Kemampuan membaca Al-Qur’an secara baik dan benar menjadi pelajaran mutlak dalam keluarga pasangan KH Abdul Wahid Hasyim dan Nyai Sholihah.
Seperti dituliskan dalam buku Biografi KH Salahuddin Wahid: Gus Sholah Sang Arsitek Pemersatu Bangsa (2021). Di sana dijelaskan bahwa Salahuddin kecil dan saudara-saudaranya diajarkan langsung oleh kedua orang tuanya. Namun, karena kesibukan KH Wahid Hasyim, yang lebih sering mengajar adalah Nyai Sholihah.
Nyai Sholihah memiliki bacaan Al-Qur’an yang bagus, ia merupakan putri kinasih dari pendiri Pondok Pesantren Mamba’ul Ma’arif Denanyar, Jombang KH Bisri Syamsuri.
Jadwal mengaji Al-Qur’an di keluarga KH Wahid Hasyim dilakukan setiap pagi hari. Sebelum berangkat sekolah KH Salahuddin Wahid dan saudaranya wajib membaca (tadarus) Al-Qur’an dengan disimak oleh ibunya.
Semasa hidup KH Wahid Hasyim, ia memiliki lima anak yaitu Abdurrahman, Aisyah, Salahuddin, Umar dan Lily Chodijah. Sementara Hasyim masih di kandungan saat Kiai Wahid wafat.
Cara ngaji anaknya KH Wahid Hasyim cukup unik, karena masih kecil-kecil maka saat mengajar ngaji, Nyai Sholihah memegang kemoceng atau sisir tulang. Jika terdengar bacaan salah, kemoceng otomatis bergerak memberikan tanda bahwa ada bacaan yang salah.
Jika kesalahan sudah fatal atau berulang-ulang maka tangan Salahuddin dan saudaranya akan dipukul pakai sisir tulang.
KH Wahid Hasyim dan Nyai Sholihah sangat memperhatikan ketepatan pengucapan huruf dan bunyinya, panjang dan pendeknya bunyi huruf serta berhenti dan mulainya lafaz ayat. Dalam membaca Al-Qur’an, meskipun masih usia dini, keluarga Wahid Hasyim menerapkan ilmu tajwid secara ketat.
Tidak hanya KH Wahid Hasyim dan Nyai Sholihah yang mengajar, Salahuddin Wahid dan saudaranya juga diajarin baca Al-Qur’an oleh KH Bisri Syansuri. Tokoh Nahdlatul Ulama tersebut sering mengunjungi anak cucunya, lalu Salahuddin dan saudaranya ber-talaqqi atau mengaji di hadapan kakeknya setiap pagi.
Satu persatu mereka menghadap KH Bisri Syansuri untuk membaca Al-Qur’an. Menurut kesaksian Lily Wahid, Kiai Bisri memiliki pendengaran yang tajam atas bunyi-bunyi bacaan Al-Qur’an.
Jadi kalau kita bilang waladhdhollin, seandainya tidak pas langsung bilang tidak pas. Bisa-bisa tidak berangkat sekolah kalau belum belum lancar. Padahal cucunya pukul 07.00 WIB harus berangkat sekolah. Namun, tokoh agama yang akrab disapa Mbah Bisri ini tetap tidak peduli. Ia menginginkan cucu-cucunya mampu membaca ayat-ayat Al-Qur’an secara benar dan tepat di hadapannya.
Pemahaman terhadap pelajaran agama Islam, seperti Al-Qur’an, akidah, fikih dan akhlak jadi perhatian serius KH Wahid kepada putra-putrinya. Keseriusan ini terlihat dengan didatangkan guru privat dari alumni Pesantren Tebuireng untuk mengajarkan ilmu agama secara khusus.
Ketika libur sekolah, KH Wahid Hasyim mengirim putra-putrinya untuk belajar ke pesantren di Kabupaten Jombang.
KH Wahid Hasyim lahir di Jombang pada 1 Juni 1914 dan wafat 19 April 1953. Selain sebagai pejuang kemerdekaan, Kiai Wahid Hasyim juga menjadi anggota di Tim 9 perumus dasar-dasar negara. Dia juga turut mengokohkan Pancasila yang dipidatokan oleh Bung Karno pada 1 Juni 1945.